Selasa, 31 Mei 2011

KERJASAMA REGIONAL MENUJU INTEGRASI PEMBANGUNAN PERBATASAN JABAR BAGIAN TIMUR




KERJASAMA REGIONAL MENUJU INTEGRASI PEMBANGUNAN PERBATASAN JABAR BAGIAN TIMUR – JATENG BAGIAN BARAT

Sebuah Konsep Pembangunan Regional Terpadu


Oleh: H. AANG HAMID SUGANDA S.Sos*



A.    Pengantar
Kerjasama daerah merupakan isu penting yang memerlukan perhatian pemerintah. Selain itu ada banyak masalah dan kebutuhan masyarakat di daerah yang harus diatasi atau dipenuhi dengan melewati batas-batas wilayah administratif, khususnya dalam hal pelayanan publik. Batas wilayah administratif ditentukan secara formal melalui peraturan perundangan, namun pada kenyataannya karena sering timbul berbagai masalah dan kepentingan sebagai akibat dari hubungan fungsional di bidang sosial ekonomi yang melewati batas-batas wilayah administratif tersebut.
Pada kesempatan ini, kami mencoba berbagi gagasan menyangkut pembangunan di wilayah Kabupaten Kuningan dan sekitarnya yang menurut hemat kami dapat diangkat dalam konteks pengembangan wilayah secara terpadu yang meliputi beberapa kabupaten/kota di Jawa Barat Bagian Timur dan Jawa Tengah Bagian Barat.
Hal ini diangkat bukan dalam arti mengambil peran provinsi, namun semata-mata didasarkan kepada pertimbangan pemikiran kami menyangkut kondisi di wilayah perbatasan serta dalam rangka turut mendukung kebijakan pembangunan khususnya di Provinsi Jawa Barat. Mudah-mudahan hal ini dapat menjadi bahan diskusi yang bermanfaat.

B.    Landasan Pemikiran

1.    Kondisi dan Tantangan


 
Isu pemerataan merupakan tantangan yang harus segera dituntaskan. Pengembangan wilayah dalam struktur tataruang Jawa Barat sampai saat ini masih terdapat ketimpangan - begitu juga pembangunan di Jawa Tengah.  Dalam konteks pengembangan wilayah utara – tengah – selatan (Jawa Barat maupun Jawa Tengah), terjadi pemusatan pertumbuhan perkotaan yang sangat pesat di sebagian wilayah utara dan barat.  Di sisi lain wilayah selatan – timur masih perlu mendapat penanganan pembangunan lebih intensif khususnya sebagai penopang pada bidang lingkungan dan pertanian.  
Kesenjangan pembangunan antar wilayah merupakan sebuah kondisi yang dapat dilihat dari berbagai perbedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antar wilayah.  Permasalahan kesenjangan dalam pembangunan masih didominasi oleh permasalahan kemiskinan, pendidikan dan kesehatan, serta rendahnya akses masyarakat perdesaan, wilayah terpencil, perbatasan dan wilayah tertinggal terhadap sarana dan prasarana sosial ekonomi.
Apabila kita menganalisa capaian IPM kabupaten/kota di Jawa Barat,  pada tahun 2009 berdasarkan data BPS Jawa Barat tahun 2010; capaian IPM Provinsi Jawa Barat sebesar 71,64 sedangkan capaian IPM untuk kabupaten/kota Jabar Bagian Timur yaitu Kabupaten Kuningan, Cirebon, Majalengka, Ciamis, Kota Banjar memiliki angka yang bervariasi dan lebih rendah dari capaian IPM jabar, dengan rata-rata 70,68 poin.  Begitu pula dengan Provinsi Jawa Tengah, capaian IPM Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 72,1 poin lebih tinggi daripada capaian IPM Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap yang rata-ratanya hanya 70,04 poin.  Dengan melihat kondisi tersebut, dapat diketahui bahwa masih terdapat disparitas pembangunan manusia antara kabupaten/kota pebatasan baik di Provinsi Jawa Barat maupun Provinsi Jawa Tengah.

Demikian pula kondisi infrastruktur jalan, jalan dengan status jalan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat panjangnya 23.138,70 km. Panjang jalan di Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kota Cirebon Dan Kota Banjar masing-masing panjangnya 772,3 km, 416 km, 644.16 km, 715,6 km, 148,13 km, dan 189,58 km. Hal ini berarti panjang jalannya kurang dari 3,5%  dari total panjang jalan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Barat.
Di antara enam kabupaten/kota yang disebutkan di atas, Kabupaten Majalengka memiliki panjang jalan terpanjang dengan panjang 772,3 km sedangkan Kota Cirebon memiliki panjang jalan terpendek dengan panjang 148,13 km. Kondisi ini berbeda dengan Kota Bandung yang merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat. Jalan di Kota Bandung memiliki panjang 1.185,38 km atau sekitar 5,12% dari total jalan kabupaten/kota yang ada di Jawa Barat. Jika dibandingkan juga dengan Kabupaten Bandung yang lokasinya berbatasan dengan Kota Bandung, maka jalan di Kabupaten Bandung panjangnya 3.266,9 km atau sekitar 14,12%. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa ada ketimpangan dalam kemampuan membangun jalan antara kabupaten/kota yang berada di wilayah perbatasan dengan kabupaten/kota di sekitar ibukota Provinsi Jawa Barat. 


Tabel 1.
Panjang Jalan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008

No
Kab/Kota
Panjang Jalan
(Km)
Persentase terhadap Provinsi
(%)


1
Kab. Ciamis
772,3
3,34%

2
Kab. Kuningan
416
1,80%

3
Kab. Cirebon
644,16
2,78%

4
Kab. Majalengka
715,6
3,09%

5
Kota Cirebon
148,13
0,64%

6
Kota Banjar
189,58
0,82%

7
Kota Bandung *)
1.185,38
5,12%

8
Kab. Bandung *)
3.266,90
14,12%

Jawa Barat
23.138,70
100,00%

*) pembanding
Sumber : Jawa Barat dalam Angka 2009, analisis 2011



Tabel 2.
Kondisi Jalan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008

No
Kab/Kota
Panjang  Jalan (Km)
Jumlah
(Km)
Baik
Sedang
Rusak
Rusak Berat
1
Kab. Ciamis
338,28
43,80%
110,79
14,35%
188,02
24,35%
135,21
17,51%
772,3
2
Kab. Kuningan
304,56
73,19%
36,49
8,77%
53,09
12,76%
21,96
5,28%
416
3
Kab. Cirebon
455,4
70,70%
120,6
18,72%
68,16
10,58%
0
0,00%
644,16
4
Kab. Majalengka
362,08
50,60%
107,85
15,07%
166,97
23,33%
78,7
11,00%
715,6
5
Kota Cirebon
138,76
93,67%
6,37
4,30%
1,65
1,11%
1,35
0,91%
148,13
6
Kota Banjar
90,42
47,69%
59,96
31,63%
39,2
20,68%
0
0,00%
189,58
Jawa Barat
8.221,04
35,53%
6.754,94
29,19%
5.219,34
22,56%
2.943,38
12,72%
23.138,70
Sumber : Jawa Barat dalam Angka 2009, analisis 2011

Terdapat banyak masalah dan kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi dan diatasi dengan melewati batas-batas administrasi khususnya dalam pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial dalam penanganan pengemis, gelandangan dan orang gila serta masalah-masalah lainnya.  Meskipun terpisah secara administrasi, secara fungsional sosial ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan telah membangun interaksi dan menyatu.
Dalam rangka melakukan percepatan pembangunan daerah perbatasan perlu dibangun sebuah kawasan pertumbuhan kerja sama regional serta kawasan andalan regional yang dikembangkan sesuai dengan rencana tata ruang yang diserasikan dengan kondisi, potensi dan aspirasi daerah sekitar perbatasan.  Untuk itu, perlu dibangun kesepakatan kerjasama antardaerah yang secara geografis berbatasan dalam bentuk Kerjasama Regional Jabar Bagian Timur – Jateng Bagian Barat.
Kerjasama antar daerah (KAD) dapat menjadi salah satu alternatif lain untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik selain kebijakan pemekaran daerah.  Hal ini mengingat kebijakan pemekaran memerlukan lebih banyak sumber daya dibanding kerjasama antar daerah (KAD), dan perkembangan daerah otonom baru tidak selalu memberikan hasil seperti yang diinginkan.

Kerjasama antar daerah hampir tidak bisa dihindarkan, karena banyak urusan daerah yang tidak bisa dibatasi dalam teritorial administratif masing-masing daerah, antara lain karena :
§  Sudah adanya keterkaitan antardaerah;
§  Meningkatkan efisiensi dalam ukuran-ukuran skala ekonomi;
§  Meningkatkan efektivitas dan kualitas pelayanan publik;
§  Adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki oleh daerah-daerah;
§  Adanya daerah yang surplus fasilitas/sumber daya; dan
§  Adanya kemungkinan duplikasi pelayanan yang diberikan di beberapa daerah yang berdekatan.
Selain itu, melalui kerjasama perbatasan diharapkan terwujud peningkatan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan pelayanan publik.  kerjasama perbatasan diharapkan pembangunan menjadi lebih sinergi sehingga dapat menghindari resiko terjadinya kondisi dimana perkembangan di wilayah perbatasan saling “mematikan” satu sama lain.
Manfaat yang diharapkan dengan kerja sama antar daerah adalah sebagai berikut:
1.    Pihak-pihak yang bekerjasama dapat membentuk kekuatan yang lebih besar. Dimana dengan kerjasama  antar  daerah akan terbangun sinergitas potensi dan kekuatan dalam  menghadapi  ancaman lingkungan atau permasalahan yang rumit  sehingga hambatan psikologis dan lingkungan yang ada dapat di-eliminir.
2.    Pihak-pihak yang bekerjasama dapat mencapai  kemajuan yang lebih tinggi. Terjalinnya kerjasama,  masing-masing  daerah  akan  mentransfer  ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan informasi lainnya, misalnya daerah yang satu belajar kelebihan /keunggulan dari daerah lain. Setiap daerah akan berusaha memajukan atau mengembangkan dirinya dari hasil belajar bersama.
3.    Pihak-pihak  yang  bekerjasam dapat  lebih  berdaya guna,  dengan  kerjasama, masing-masing daerah yang terlibat lebih memiliki posisi tawar yang lebih baik,  atau  lebih  mampu  memperjuangkan kepentingannya kepada struktur pemerintahan    yang    lebih    tinggi.   
4.    Pihak-pihak  yang  bekerjasama  dapat  memperkecil  atau  mencegah  konflik. Melalui  kerjasama,  daerah-daerah  yang  semula  bersaing  ketat  atau  terlibat konflik, dapat bersikap lebih toleran dan berusaha mengambil manfaat atau belajar dari konflik tersebut.

5.    Masing-masing pihak lebih merasakan keadilan. Masing-masing daerah akan merasa  dirinya  tidak  dirugikan  karena  ada  transparansi  dalam  melakukan hubungan kerjasama. Masing-masing daerah yang terlibat kerjasama memiliki akses yang sama terhadap informasi yang dibuat atau digunakan.
6.    Masing-masing  pihak  yang  bekerjasama  akan  memelihara   keberlanjutan penanganan bidang-bidang yang dikerjasamakan. Dengan kerjasama tersebut masing-masing   daerah   memiliki   komitmen   untuk   tidak   mengkhianati partnernya tetapi memelihara hubungan yang saling menguntungkan secara berkelanjutan.
7.    Kerjasama ini dapat menghilangkan ego daerah. Melalui kerjasama tersebut, kecendrungan “ego daerah” dapat dihindari, dan visi tentang kebersamaan sebagai suatu bangsa dan negara dapat tumbuh.
Di masa mendatang, karena kerjasama antar daerah harus dilihat sebagai suatu kebutuhan penting yang tidak terelakkan sehingga harus ada upaya yang sistematis dan berkesinambungan dari pihak pemerintah pusat maupun provinsi untuk memperkenalkan, mendorong dan melembagakan kerjasama antara daerah agar pemerintah daerah terbiasa melakukannya dan dapat mengambil manfaatnya.
Mengingat pembangunan perbatasan berada pada lingkup lintas daerah dan adanya keterbatasan kemampuan pendanaan masing-masing kabupaten/kota sehingga fasilitasi pemerintah pusat maupun provinsi mutlak diperlukan.
UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengisyaratkan perlunya peningkatan peran provinsi, termasuk dalam memfasilitasi penyelesaian permasalahan-permasalahan antar daerah. Untuk itu diperlukan peningkatan kemampuan provinsi dalam menyelenggarakan/mendorong kerjasama antar daerah (local government cooperation). Peranan ini terutama dalam kapasitas provinsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat dan sebagai fasilitator dan katalisator kerjasama antar daerah.


       2.    Kebijakan dan Dasar Hukum

Kebijakan pemerataan pembangunan merupakan tantangan yang harus diwujudkan dan tidak hanya berupa konsep pada dokumen perencanaan.  Pada dokumen RPJP Provinsi Jawa Barat pun isu pemerataan merupakan tantangan yang harus segera dituntaskan. Hal ini disebabkan, pengembangan wilayah dalam struktur tata ruang Jawa Barat sampai saat ini masih timpang. Dalam konteks wilayah utara-tengah-selatan Jawa Barat, terjadi pemusatan pertumbuhan perkotaan yang sangat pesat di wilayah utara dan tengah, sementara wilayah perdesaan di selatan Jawa Barat yang seharusnya dikembangkan menjadi wilayah pendukung dari aspek lingkungan dan pertanian agro kurang mendapat sentuhan pemerataan pembangunan. Sementara itu di wilayah perbatasan masih terjadi ketidaksetaraan dalam penyediaan sarana dan prasarana dasar permukiman maupun prasarana jalan.
Prinsip pemerataan yang berkeadilan ditunjukan dengan pemerataan pembangunan dalam setiap sektor pembangunan, seluruh wilayah Jawa Barat serta seluruh kelompok dan lapisan masyarakat. Pemerataan pembangunan juga dimaksudkan dengan meningkatkan pembangunan di wilayah tertinggal dan wilayah perbatasan untuk mengurangi disparitas pembangunan antarwilayah.

Visi Pembangunan Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 - 2025 adalah :
“DENGAN IMAN DAN TAKWA,
PROVINSI JAWA BARAT TERMAJU DI INDONESIA”

Upaya perwujudan visi pembangunan jangka panjang Provinsi Jawa Barat tersebut akan dicapai melalui 5 (lima) misi pembangunan jangka panjang Jawa Barat tahun 2005-2025 sebagai berikut:

Misi Satu       :   Mewujudkan kualitas kehidupan masyarakat yang berbudaya ilmu dan teknologi, produktif dan berdaya saing;
Misi Dua       :  Meningkatkan perekonomian yang berdaya saing dan berbasis potensi daerah;
Misi Tiga       :    Mewujudkan lingkungan hidup yang asri dan lestari;
Misi Empat    :    Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik;
Misi Lima    :   Mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan; adalah mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, meningkatkan keberpihakan kepada daerah tertinggal, menanggulangi kemiskinan dan pengangguran, menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana dasar, serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek.

Pemerataan pembangunan diarahkan kepada :
1.  Pemerataan pembangunan melalui pengembangan wilayah yang terencana dan terintegrasi dengan seluruh pembangunan sektor dan tertuang dalam suatu rencana tata ruang. Selanjutnya rencana tata ruang tersebut  digunakan sebagai acuan kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap sektor agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi dan berkelanjutan;
2. Peningkatan perhatian kepada wilayah tertinggal agar ketertinggalan  wilayah tersebut tidak terlalu besar bahkan dapat sejajar dengan wilayah lain  yang telah lebih dulu berkembang. Untuk itu akan dilakukan percepatan pembangunan wilayah tertinggal melalui pendekatan peningkatan manusianya maupun sarana dan prasarananya;
3. Penanggulangan kemiskinan yang dilakukan melalui pemberdayaan  usaha mikro dan pengembangan koperasi dan penciptaan akses terhadap lembaga keuangan lainnya sebagai wahana yang efektif untuk mendukung kegiatan ekonomi bagi masyarakat berpenghasilan rendah;
4. Peningkatan pembangunan di wilayah perbatasan sehingga wilayah perbatasan sebagai wajah Jawa Barat dapat menjadi pintu gerbang yang mencirikan kemajuan Provinsi Jawa Barat;
5.  Keseimbangan pembangunan perkotaan dan perdesaan melalui keterkaitan kegiatan ekonomi antara perkotaan dan perdesaan. Pembangunan perkotaan diarahkan agar dapat menjadi pusat koleksi dan distribusi hasil produksi di wilayah perdesaan. Sedangkan pembangunan perdesaan diarahkan pada pengembangan agroindustri dan agropolitan sesuai dengan ketersediaan tenaga kerja, peningkatan sumberdaya manusia di perdesaan khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya;
6. Kerjasama antar daerah dikembangkan guna menciptakan kondisi saling menguntungkan. Kerjasama antardaerah diarahkan dalam rangka efisiensi pelayanan publik maupun pembangunan lainnya melalui kerjasama pembiayaan, ataupun pemeliharaan dan pengelolaan sarana dan  prasarana sehingga dapat berbagi manfaat diantara daerah yang bekerjasama;
7. Pembangunan kesejahteraan sosial diarahkan melalui sistem  perlindungan dan jaminan sosial bagi bagi masyarakat yang kurang beruntung dan bagi masyarakat penyandang masalah sosial;
8. Pemenuhan perumahan beserta sarana dan prasarana pendukungnya dilakukan melalui penyelenggaraan perumahan yang berkelanjutan, layak dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat sesuai kemampuan daya  belinya;
9. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yaitu air minum dan sanitasi diarahkan pada peningkatan kualitas penyediaan air minum dan sanitasi, pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, penyelenggaran pelayanan air minum dan sanitasi yang akuntabel dan profesional serta penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi;
10.Peningkatan akses terhadap pelayanan sosial dasar yaitu pendidikan  dan kesehatan akan terus dilakukan melalui penyediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang memadai dan merata di seluruh wilayah Jawa Barat, pembenahan sistem pendidikan dan pelayanan kesehatan yang  terjangkau bagi seluruh masyarakat serta peningkatan kualitas pendidikan dasar dan peningkatan pelayanan kesehatan yang akuntabel dan bertanggung  jawab.

Dasar hukum pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah (KAD)
  Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (pasal 195 ayat 1) bahwa “dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan”.
  Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
  Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007; Permendagri No. 22 Tahun 2009 : perlu dibangun kesepakatan antar daerah mengenai bentuk, obyek, maupun manfaat kerjasama bagi daerah masing-masing.
  Peraturan Menteri Dalam Negeri No 23 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Kerjasama Antar Daerah;

C.    Konsep Kerjasama Regional Jawa Barat Bagian Timur dan Jawa Tengah Bagian Barat

Konsep Kerjasama Regional yang dibangun dalam rangka integrasi pembangunan perbatasan Jawa Barat – Jawa Tengah adalah sebagai berikut :
I.    Tujuan Umum      :    Integrasi Pembangunan Regional untuk Kesejahteraan Masyarakat Jawa Barat Bagian Timur dan Jawa Tengah Bagian Barat
    

Tujuan Khusus     :    1.  Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
2.    Mengurangi kesenjangan antar daerah; dan
3.    Meningkatkan pelayanan umum.

II. Sasaran Umum    :    Meningkatkan pertumbuhan  pada 6 (enam) kabupaten dan 2 (dua) kota secara berimbang dan saling mendukung;
     Sasaran Khusus   :    1Meningkatnya kerja sama ekonomi, pembangunan dan perdagangan yang kuat dengan daerah perbatasan;
2.    Meningkatnya jaringan transportasi dan informasi antar daerah yang saling berhubungan;
3.    Tumbuhnya produsen ekonomi lokal baru yang mampu memenuhi kebutuhan pasar, baik lokal maupun daerah lain;
4.    Terciptanya saling pengertian dan kerja sama kawasan perbatasan dalam menyikapi persoalan yang timbul;
5.    Meningkatnya pemerataan pembangunan antar wilayah.

III.   Ruang Lingkup
     A.  Substansi        :    Kerjasama Antar Daerah Perbatasan Regional Jabar Bagian Timur dan Jateng Bagian Barat
     B.  Wilayah           :    Provinsi Jawa Barat :
                                      1.  Kabupaten Kuningan
                                      2.  Kabupaten Majalengka
                                      3.  Kabupaten Ciamis
                                      4.  Kabupaten Cirebon
                                      5.  Kota Cirebon
                                      6.  Kota Banjar
                                      Provinsi Jawa Tengah :
1.    Kabupaten Brebes
2.    Kabupaten Cilacap
I.    Strategi yang dilakukan
1.    Sinergi Komitmen
Komitmen yang dimaksud adalah komitmen untuk bekerjasama dalam penanganan isu-isu yang telah disepakati, dan lebih mendahulukan kepentingan bersama dibanding kepentingan masing-masing daerah. Komitmen tersebut perlu dimiliki oleh para pejabat, baik pada level teknis, manajerial, maupun pimpinan, sehingga langkah-langkah yang diperlukan, termasuk pemangkasan birokrasi dalam kerjasama dapat dilakukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi.

2.    Sinergi Perencanaan
Dari sisi perencanaan kebijakan, para Gubernur, Bupati/Walikota seringkali sudah merasa cukup dengan visi dan misinya.  Padahal program pembangunan daerah harus sinergis dengan program pembangunan nasional. Untuk itu, visi dan misi kepala daerah harus sejalan dengan RPJM Provinsi dan Nasional serta serasi pula dengan pengembangan kawasan tetangganya. 
Sinergi perencanaan sangat diperlukan dalam rangka menjawab secara bersama-sama permasalahan dan konflik yang terjadi di wilayah perbatasan. sehingga menghasilkan efisiensi dan tidak menyebabkan duplikasi pelayanan.
Perencanaan KAD perlu menghasilkan berbagai program dan kegiatan yang sinergis dan bersifat saling menguntungkan untuk semua pihak terkait.  Untuk itu diperlukan sebuah instrumen perencanaan yang tepat sehingga mampu menghasilkan keluaran program bersama.
3.    Sinergi Penganggaran
Mengingat biaya pelaksanaan KAD merupakan tanggung jawab daerahnya masing-masing maka diperlukan sinergi penganggaran antar daerah dalam rangka pengalokasian dana untuk operasionalisasi sekretariat  bersama maupun pembiayaan rencana kerja terhadap obyek yang akan dikerjasamakan.
4.    Sinergi Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan kerja sama harus memperhatikan rencana kerja yang telah disepakati.  Perlu dirumuskan rencana kerja dan penganggaran terhadap objek yang akan dikerjasamakan.
5.    Sinergi Pengendalian
Mengidentifikasi indikator keberhasilan terhadap program yang dikerjasamakan.  Tentunya program kerja sama yang dilakukan diharapkan dapat membuahkan dampak positif bagi masyarakat, pemerintah maupun sektor swasta.
6.    Sinergi Kelembagaan
Sinergi ini diarahkan untuk memperbaiki tata kelola kelembagaan KAD. Analisa kelembagaan yang tepat berdasarkan kebutuhan dan kapasitas daerah-daerah yang bekerjasama.


C.  Prakarsa Kuningan Summit
Kerjasama antar daerah (KAD) hanya dapat terbentuk dan berjalan apabila didasarkan pada adanya kesadaran bahwa daerah-daerah tersebut saling membutuhkan untuk mencapai satu tujuan. Oleh karena itu, inisiasi kerjasama antar daerah (KAD) baru dapat berjalan dengan efektif apabila telah ditemukan kesamaan isu, kesamaan kebutuhan atau kesamaan permasalahan. Kesamaan inilah yang dijadikan dasar dalam mempertemukan daerah-daerah yang akan dijadikan mitra.
Sinergitas pembangunan di perbatasan sudah sewajarnya mendapat perhatian. Kerja sama perlu dibangun, baik antar-kabupaten maupun antar-provinsi.  Untuk   menopang   efektivitas dan keberlanjutan kerjasama antar daerah kabupaten/kota yaitu dengan membentuk basis kerjasama yang kuat. Itulah yang kemudian melatarbelakangi Pemerintah Kabupaten Kuningan menggagas Kerjasama Antar Daerah Perbatasan Regional Jabar Bagian Timur –Jateng Bagian Barat melalui  event “Kuningan Summit 2011”
Kuningan summit merupakan momentum penyepakatan komitmen (political agreement) para kepala daerah untuk melakukan kerjasama antar daerah.  Komitmen yang dimaksud adalah komitmen untuk bekerjasama dalam penanganan isu-isu yang telah disepakati, dan indikasi program dan kegiatan yang dapat dikerjasamakan; dengan mengedepankan kepentingan bersama.

D.  Potensi Kerjasama

Objek yang dapat dikerjasamakan meliputi seluruh urusan yang menjadi kewenangan daerah otonom, aset daerah dan potensi daerah serta penyediaan pelayanan umum.  Objek kerja sama merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kerja sama untuk selanjutnya menentukan pilihan bentuk kerja sama yang akan dilaksanakan.
Potensi yang dapat menjadi obyek kerjasama antar daerah adalah sebagai berikut :
1.    Kerjasama di bidang infrastruktur
Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas dan menghilangkan kesenjangan antar daerah perlu kerjasama pembangunan sarana dan prasarana antar wilayah seperti pembangunan sarana dan prasarana transportasi sehingga tercipta sinergitas perencanaan dan pembangunan kawasan perbatasan.
2.    Kerjasama di bidang ekonomi, melalui kerjasama ini dapat dihasilkan peningkatan daya saing perekonomian global di sekitar kawasan perbatasan.
3.    Kerjasama di bidang pelayanan publik.  Kerjasama ini ditempuh melalui upaya pembangunan sarana dan prasarana di bidang pendidikan, kesehatan dan pelayanan umum.  Sasaran yang diharapkan adalah meningkatnya kualitas SDM masyarakat di kawasan perbatasan. Kondisi saat ini, masyarakat belum memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan sebagaimana mestinya akibat jauhnya jarak dari permukiman dan minimnya fasilitas yang ada.
Program prioritas wilayah perbatasan Jawa Barat - Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
1)  Bidang Sosial dan Pemerintahan :
a)  Kesehatan, dengan fokus penanganan keluarga miskin;
b) Pendidikan, dengan  fokus praktek  kerja Sekolah  Menengah Kejuruan (SMK) dan pendataan siswa;
c)  Batas   wilayah, dengan   fokus penetapan   batas wilayah   dan pembangunan tugu batas.
2)  Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup :
a)  Penataan Ruang  dan Permukiman, dengan fokus koordinasi penataan ruang;
b)  Lingkungan Hidup, dengan fokus pengelolaan daerah aliran sungai;
c)  Pengelolaan Sumber Daya Air, dengan fokus pembangunan bendung/waduk  dan   normalisasi  sungai  serta  rehabilitasi   jaringan irigasi;
d) Infrastruktur Jalan  dan Jembatan, dengan fokus pembangunan  dan peningkatan jalan serta pembangunan jembatan;
e) Perhubungan,   dengan  fokus  pembangunan  PJU   serta  sinkronisasi fungsi dan kelas jalan.

3)  Bidang Ekonomi :
a) Pertanian,  dengan  fokus  pemberantasan  hama  dan  pertanian  multi aktivitas  (padi  –  ternak)  dan  relokasi  dan  optimalisasi  check point ternak dan hasil hutan;
b) Perdagangan  dan  Jasa,  dengan  fokus  pembangunan  dan  penataan pasar kecamatan;
c)    Pariwisata, dengan fokus koordinasi dan pengembangan paket wisata.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar